Bahagia Itu Hidup di Masa Kini
5 April 2016
Gambar dari google.com
Akhir-akhir
ini saya sering membaca artikel bertemakan Filsafat yang membahas tentang
pikiran, penderitaan, dan kebahagiaan. Saya tidak akan membahasnya terlalu
detail, yang jelas dalam situs pribadi tersebut ia memaparkan bahwa penderitaan
berasal dari pikiran dan kebahagiaan adalah saat kita tidak berpikir, tapi saat
kita menikmati dimanapun dan kapanpun kita berada. Kita musti hidup di masa
kini untuk merasakan “masa kini” seutuhnya, tidak mencemaskan masa lalu ataupun
masa depan. Jujur ini perlu latihan dan keberanian untuk “menelanjangi” pola
pikir kita yang lama. Kita disuruh untuk hidup dari saat ke saat. Itu disebut
dengan kejernihan berpikir.
Saya
sangat bersemangat untuk terus berlatih, walaupun seringkali saya gagal namun
kegagalan itu tidak masalah selama saya tetap terus mau mencoba. Dan tanpa saya
sadari kapan saya mulai mahir melakukan kejernihan berpikir. Semenjak saya
berlatih saya tidak mudah terpengaruh dengan perasaan-perasaan yang muncul di
kepala. Saya menjadi lebih tenang dan bahagia karena saya tidak berpikr terlalu
banyak. Saya hanya cukup menikmati semuanya sebagaimana adanya. Ketika saya
makan, ya saya makan. Ketika saya minum, ya saya minum. Ketika saya tidur, ya
saya tidur. Tidak ada kecemasan, tidak ada ketakutan, tidak ada kemarahan, yang
ada hanyalah persaaan damai dan tenang.
Tak
dapat saya pungkiri bahwa sebagai manusia pasti saya pernah kesal, marah,
takut, benci terhadap seseorang ataupun sesuatu, namun percayalah semenjak saya
berlatih kejernihan berpikir saya tak menjadi pusing sendiri dengan hal-hal
negatif itu. Saya yang memegang kendali atas diri saya dan saya memutuskan
untuk tidak mudah percaya dan tidak mengikuti pikiran-pikiran jelek itu. Mereka
semua bagaikan awan yang selalu bergerak dan berubah-ubah, kadang putih, kadang
hitam, kadang berupa gumpalan seperti gula-gula, kadang berbentuk seperti
cangkir kopi ataupun jenggot kakek tua. Tapi diri saya yang sebenarnya laksana
awan biru yang tak pernah berubah, hanya ada kedamaian sejati yang bersemayam.
Saya
punya cerita tentang pengalaman saya saat menjalani praktik klinik di ruang
operasi sebuah rumah sakit swasta yang ada di Singkawang. Kemarin sore sudah
tidak ada jadwal operasi lagi, hanya tersisa satu operasi lagi itupun masih
menunggu pukul setengah sepuluh malam. Di waktu petang semua abang-abang dan
kakak perawat berkumpul di ruang makan. Akupun tentunya ikut bergabung dengan
mereka. Kami menikmati gorengan bersama. Bang Riko yang membelinya. Ada pisang
goreng dan bakwan. Satu perasaan yang tak bisa saya lupakan dan ingin selalu
saya kenang saat petang kemarin. Bahagia dan kenyamanan. Saya sungguh bahagia
karena saya menikmati kebersamaan yang kami lewati kala itu. Bagi sebagian
orang mungkin menyantap pisang goreng dan bakwan adalah hal yang biasa, tapi
saya merasakan keistimewaan di dalam kesederhanaan itu.
Berkumpul,
menikmati gorengan, bercerita, dan tertawa bersama adalah momen yang tak akan
terlupakan. Saya merasakan bahwa tawa yang pecah itu datangnya dari hati saya.
Dan pada saat itu juga saya merasakan manfaat dari kejernihan berpikir. Saya
menikmati setiap waktu yang saya lewati, dimanapun, kapanpun, dengan siapapun.
Saya mulai berpikir bagaimana jika saya yang “dulu” yang saat itu duduk dan berkumpul
di situ, mungkin saja saya hanya merasa kesepian dan penderitaan karena sibuk
dengan berbagai delusi yang bercokol di kepala saya. Dengan berbagai pikiran
tidak betah dan ingin segera bebas dari “tempat ini”. Tapi saya yang “sekarang”
sengguh menikmati semua yang saya jalani. Aku bahagia! Aku bahagia!
Komentar
Posting Komentar