When I See You Again
7 September 2015
“It’s been a long day without you my friend” sepenggal lirik lagu milik Wiz Khalifa
semakin menambah lirih perasaanku karena selama tiga bulan ke depan aku harus
menjalani long distance relationship dengan pujaan hatiku, Erik. Tepatnya dia
harus kembali ke Jogja untuk menyelesaikan urusan kuliahnya yang belum
benar-benar beres. Ada jumlah SKS mata kuliah yang harus ia ikuti untuk
memenuhi syarat menjadi wisudawan. Walaupun sebenarnya dia sudah melewati sidang
skripsi dan telah dinyatakan lulus, ia tetap harus mengikuti aturan dari
kurikulum baru yang berbeda dari kurikulum yang sudah pernah ia jalani. Awalnya
terasa berat untuk kami, tapi rencana manusia tetaplah rencana jika memang
bukan itu kehendak yang Maha Kuasa.
Sebenarnya
bukan hanya dia yang tidak terima dengan kebijakan itu, aku pun merasakan hal
yang sama. Tapi apa boleh buat, seperti yang temanku bilang, mahasiswa memang
manusia serba salah. Tak lama setelah Erik lulus, ia pulang ke Pontianak dan
kami bisa menikmati waktu bersama. Erik pun tak kesulitan mendapat pekerjaan.
Meski Erik mengaku sedikit kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru, tapi
akhirnya ia bisa mengatasinya.
Sudah banyak
petualangan yang kami lewati. Mengisi kebersamaan kami dengan jalan-jalan,
belanja, makan dan berwisata kuliner, menonton film, dan karaoke. Mulai dari
canda tawa, galau, kangen-kangenan, semuanya kami lewati hingga waktu berjalan
tanpa terasa. Kemarin hari Kamis tanggal 3 September 2015 menjadi hari
perpisahan kami untuk tiga bulan ini.
Sepulang kuliah aku bersiap-siap karena Erik
akan menjemputku. Aku mandi dan berdandan beda dari biasanya. Tak lupa kububuhi
kedua kelopak mataku dengan eyeshadow powder berwarna keemasan, membuat mataku
semakin berkilau. Erik datang dengan kaus hitam berkerah. Di depan sudah ada
mobil Katana berwarna merah yang menunggu kami, maklum saat itu cuaca memang
sedang gerimis, jadi kami putuskan untuk pergi ke Mall pakai mobil. Erik
memujiku cantik karena penampilanku yang jauh lebih rapi dan kalem.
“Kali ini aku
terang-terangan matre, aku ingin dibelikan apapun sama kamu.” Kataku berlagak
cemberut pada Erik setibanya kami di parkiran mall.
Erik yang
mengerti maksudku tersenyum hangat dan mengiyakan permintaanku. Ia tahu bahwa
aku ingin sepuasnya menikmati kebersamaan kami sebelum kami berpisah. Kami
keluar dari mobil dan melangkah dengan semangat menuju mall.
“Aku lapar.”
Ucapku sambil meraba-raba perutku.
“Oke, sayang
mau makan apa?” Tanya Erik penuh perhatian.
“Aku pingin
makan ayam. Aku pingin minum D’cendols”, jawabku pasti.
Beberapa hari
yang lalu kami berdua memang pernah makan di D’penyetz, hanya saja saat itu aku
tidak memesan es cendol, hanya Erik yang pesan. Saat aku minum es punya Erik,
ternyata rasanya enak dan manis. Karena itulah aku ingin kembali ke tempat itu.
D’penyetz ada
di lantai dasar mall, tepat di depan Hypermart. Aku memesan nasi uduk dan ayam
bakar kecap, sedangkan Erik memesan nasi putih dan iga sapi bakar. Untuk
D’cendolsnya Erik pilih menu es cendol biasa dengan dua macam toping, harganya
tujuh belas ribu rupiah. Si mbaknya menawariku menu es cendol dengan pilihan
toping yang lebih banyak yaitu empat macam. Topingnya terserah pilihan kita,
dengan harga yang sedikit lebih mahal dari es cendol punya Erik. Aku memilih
toping cendol, nata de coco, cincau, dan alpukat. Sedangkan untuk penambah
gurih es cendolnya kami sama-sama memilih susu daripada santan. Kami pikir
rasanya jauh lebih enak.
Setelah membayar menu yang sudah kami pesan,
kami berjalan masuk dan memilih tempat duduk paling pojok. Tak lama menunggu,
dua es cendol kami pun datang! Dari penampilannya saja sudah menggugah iman den
selera. Liurku ingin menetes saat melihat es cendolku berada tepat di
hadapanku. Sebelum aku mencicipinya tak lupa aku memotonya, agar kalian tahu
bahwa aku tidak bohong kalau es cendol itu benar-benar menggoda!
Kuaduk es
cendol itu supaya manisnya merata. Kami menikmatinya dan sambil bercerita menunggu makanan kami datang. Seorang pelayan
berhijab dengan ramah mengantarkan dua piring nasi, empat potong iga bakar dan
sepotong besar ayam bakar bagian dada hingga tersaji indah siap untuk disantap.
Kami berdoa bersama sebelum melahap porsi kami
masing-masing. Erik memberikanku bagian iga bakarnya dan ternyata rasanya
sangat enak dan gurih. Ayam bakarku pun tak kalah enaknya.
Ada pula tempe
dan tahu yang menambah selera. Sambalnya lumayan pedas, tapi bikin ketagihan.
Sesekali kami menyeruput es cendol kami untuk mengalahkan rasa pedasnya.
Setelah makanan
kami habis, kami melanjutkan lagi cerita kami yang sempat terpotong. Kami
bercerita tentang banyak hal. Di sisi itu aku merasakan bahwa ia bukan hanya
pacarku, tapi juga teman dan sahabatku, tempatku berbagi dan berkeluh kesah.
Kami tertawa dan tidak lagi peduli dengan orang lain seakan dunia milik kami
berdua. Yang kami rasa saat itu hanyalah indahnya menjadi diri sendiri. Saking
serunya kami mengobrol entah roh apa yang telah merasuki kami, kami memutuskan
untuk memesan es cendol lagi walaupun perut kami sudah kekenyangan. Erik
berjalan menuju kasir dan menyebutkan pesanan toping es cendol sesuai
instruksiku. Tidak perlu menunggu lama, es cendol ronde kedua datang! Kali ini
kami menghabiskannya segelas berdua. Kami tidak peduli apa komentar orang lain
melihat meja kami yang sudah penuh oleh sisa makanan, kami sangat senang saat
itu.
Buktinya es cendol yang kedua juga habis oleh
kami. Kami kedinginan karena suhu AC di ruangan itu sangat rendah ditambah lagi
dengan menu yang mungkin bisa dibilang tidak matching dengan cuaca. Setelah itu
kami berbelanja ke Hypermart. Erik membelikanku krim malam, oksigen spray,
pewangi pakaian, obat jerawat yang terbuat dari belerang dan pegagan, face
wash. Erik memanjakanku sebelum ia pergi. Walau sepulangnya dari mall langit
diguyur hujan dan kami sangat kecapekan, tapi hati kami yang gembira membuat
kami tak merasakan itu lagi. Dan malam itulah terakhir kalinya kami bertemu.
Erik sudah berangkat ke Pontianak menggunakan bis Damri pukul dua subuh dan
pesawatnya take off pukul tujuh pagi. Aku menjalani hari pertamaku tanpa Erik
dengan perasaan yang aneh. Seperti sesuatu yang janggal harus melalui hari
tanpa orang yang sudah biasa bersama. Tapi aku harus ingat bahwa ini semua demi
kebaikan kami berdua. Belum satu minggu berlalu, kami sudah saling merindukan.
Semoga tiga bulan ini bisa berjalan dengan cepat. Semoga…
Komentar
Posting Komentar