Pagi Yang Kacau
20 September 2015
Hari
ini aku terlambat bangun untuk misa. Biasanya aku sudah sadarkan diri sebelum
alarmku berbunyi. Tapi tadi pagi aku tidak mampu bangun bahkan setelah alarm
aku matikan. Aku mencoba membuka mata, tapi nyawaku masih setengah. Aku ingat
kalau aku ingin misa pagi tapi aku tidak mampu mengangkat ragaku dari tempat
tidurku yang nyaman. Aku ingat kalau aku sudah bilang ke Lia hari ini akum au
misa pagi, jadi aku gengsi kalau kenyataannya nanti aku ternyata misa kedua. Di
sisi lain aku tidak suka misa kedua. Cuaca sudah mulai panas karena hari sudah
siang, selain itu aku tidak begitu kusyuk beribadah jika dibandingkan misa
pagi. Aku tahu aku pasti terlambat tapi aku tetap mandi dan bersiap-siap dengan
harapan tidak terlalu terlambat. Tapi waktu lebih cepat daripada gerakku. Jarum
jam sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Aku pun bergegas
mengeluarkan motor dan ingin segera menuju gereja. Tapi sepertinya pagi ini
mulai berantakan. Tidak ada kunci yang cocok untuk pintu depan. Aku bolak-balik
mencari kunci tapi itu semua hanya memakan waktu saja. Akhirnya aku naik ke
lantai atas dan menemukan Bang Jinus masih tidur nyenyak.
“Bang
Jinus, aku pergi lewat pintu belakang ya. Soalnya aku cari kunci pintu depan
tidak ada yang cocok.”
Tanpa
pikir panjang Bang Jinus mengiyakan perkataannku. Aku pun buru-buru melangkah
dan keluar lewat pintu belakang. Aku memang harus izin terlebih dahulu karena
pintu belakang tidak bisa dikunci dari luar, jadi kalau keluar lewat situ berarti
pintunya hanya sekedar ditutup.
Begitu
sampai di gereja, ternyata aku sudah sangat sangat terlambat. Umat sudah
menyatakan anamnese. Doa syukur agung sudah hampir selesai. Itu artinya amatlah
sia-sia jika aku masih tetap memaksakan untuk ikut misa pagi. Belum lagi aku
merasa sangat malu ketika kedatanganku menjadi perhatian orang. Bahkan ada
beberapa orang yang usianya kira-kira baru akan beranjak remaja tertawa ketika
melihatku masuk di parkiran motor. Aku langsung memutar arah dan keluar dari
komplek gereja. Aku kesal kenapa di Singkawang ini misanya terlalu pagi. Selain
itu tidak ada misa sore seperti di Pontianak, membuat orang yang terhalang
kesibukan di pagi hari tidak bisa mengikuti misa. Aku juga kesal kenapa hari
ini aku tidak bisa bangun pagi.
Kupikir
peruku lapar. Jadi aku menuju Pasar Turi untuk makan kwe cap langgananku dengan
Erik. Aku langsung memesan kwe cap satu porsi. Saat menunggu pesananku datang
aku mulai teringat tentang uangku. Aku baru sadar kalau uangku sudah habis dan
tidak cukup untuk membayar kwe cap. Aku lupa seharusnya aku ke ATM dulu sebelum
ke situ. Otakku mulai panic, berpikir mencari cara. Aku pun langsung berakting
kalau akum au pergi dulu ke tempat teman, jadi aku suruh cece yang menjual kwe
cap itu untuk menundak pesananku. Untunglah sepertinya dia tidak ambil pusing
dan percaya dengan apa yang kuucapkan. Aku menempuh perjalanan menuju ATM
dengan perasaan kacau. Aku merasa diriku berantakan hari ini. Aku menarik uang
serratus ribu, setelah itu aku kembali ke tempat kwe cap dengan menahan rasa
malu. Aku takut saja kalau-kalau ada orang yang memperhatikan sikapku dan tahu
aku tidak punya uang. Tapi aku tepis pikiran itu. Aku langsung duduk dan
memesan teh panas. Tidak lama kwe capku datang. Sebelum melahap yang sudah tersaji
di depanku, aku menelepon Erik dan menyuruhkan untuk meneleponku balik.
Aku
bercerita dengan Erik tentang pagiku yang kacau hari ini. Aku bingung apakah
aku harus misa atau aku pulang. Hatiku tidak tenang dan moodku berantakan. Erik
menyarankanku untuk tidak memaksakan diri. Jika aku masih merasa kacau lebih
baik aku tidak misa karena jika dipaksakan juga tidak baik. Tapi jika aku sudah
bisa tenang aku boleh pergi misa. Menurutku pendapat Erik sangat membantu.
Setelah makan dan the panasku habis, aku pergi ke Supermarket yang ada di
sebelah warung itu untuk membeli sabun mandiku yang sudah habis. Selain membeli
sabun mandi aku juga membeli sikat gigi, karena sikat gigiku sudah lama. Aku
pulang dan memutuskan untuk tidak ke gereja hari ini. Aku mengikuti saran Erik.
Sebenarnya aku merasa sangat berdosa karena telah melanggar salah satu dari
sepuluh perintah Allah yang berbunyi, ‘kuduskanlah hari Tuhan’. Tapi apa daya
aku tidak mau memaksakan hatiku. Aku tidak mau makin mengacaukan semuanya.
Setelah itu aku pun
pulang ke rumah. Bang Jinus masih tidur. Aku merendam baju kotorku untuk
kucuci. Hari ini aku mau beres-beres saja. Sekarang aku mau mencuci bajuku.
Semoga setelah ini semuanya membaik.
Komentar
Posting Komentar