Loneliness

This picture taken in 2015.

Kesendirian. Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata itu? Rasa sepikah? Atau sedih?
Jika Anda merasa sepi bila harus sendirian berarti sama dengan saya. Lagipula, siapa yang suka dengan kesendirian? Menjalin pertemanan, bersosialisasi adalah naluri dari setiap manusia. Tapi apa jadinya jika seseorang sudah merasa betah dengan kesendirian?

Hal ini bermula dari berbagai peristiwa yang terus-menerus terjadi namun saling memiliki keterkaitan, katakanlah itu nasib walaupun saya pribadi kurang paham tentang 'nasib'. Seperti kebanyakan orang, saya memiliki kehidupan yang bisa dikatakan cukup normal. Saya memiliki keluarga, saudara, teman-teman, dan sahabat. Saya tidak pernah dibiarkan Tuhan kelaparan bahkan saya sangat sering makan enak, ditambah lagi ibu saya sangat pandai memasak, berlipat-lipatlah anugerah makan enak saya itu.

Saya bahagia karena di rumah saya sering bercanda dengan kakak saya, sekali-sekali kami juga bertengkar. Saya bahagia di sekolah karena saya merasa tidak punya musuh, everything is well. Saya juga bahagia karena sahabat saya sangat menyenangkan. Namun seiring waktu berlalu, setiap orang berubah. Banyak peristiwa yang memaksa berbagai keadaan pun berubah. Di saat satu-satunya pilihan hanyalah menjadi kuat, maka mau tidak mau harus bertahan. Awalnya saya merasa sangat rapuh. Saya sering menangis menjelang malam hingga saya tertidur, dan di pagi harinya saya kembali menangis karena tak kuasa harus menghadapi hidup yang sama.

"Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja bersama angin 
menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata."
Bung Karno, 1933.

Saya sering bertanya dalam hati, "kenapa ini semua harus terjadi pada saya?"
"Kenapa saya tidak bisa seperti orang lain?"
"Kenapa hidupnya begitu sempurna, sedangkan saya tidak?"
"Kenapa saya harus bertemu dengan orang-orang yang begitu jahat terhadap saya?"
"Kenapa saya harus berbuat salah?"
Dan kenapa-kenapa lainnya yang tak cukup untuk saya tuliskan di sini.

Hampir semua hal saya urus sendiri. Dengan tertatih saya tetap melanjutkan hidup saya. Seringkali saya terpuruk dan merasa tak seorangpun ada untuk saya. Di situlah saya membuka hati untuk Tuhan. Saya bercerita kepada Tuhan layaknya saya sedang berbicara dengan teman saya. Setiap hari saya tak pernah lupa untuk berdoa kepada Tuhan. Saya berharap badai ini segera reda dan hidup saya jadi baik-baik saja. Namun, apakah itu semua memperbaiki keadaan? Tidak. Namun saya tetap melangkah.

Location: Kura-kura Beach.

Rasa sakit yang begitu mengiris hati saya lama kelamaan berubah menjadi rasa sakit yang enak. Bagaikan kaki yang terus berjalan tanpa alas; batu, kerikil, panas sudah saya injak, membuat kulit telapak kaki saya menjadi tebal dan duri-duri yang dulunya menyiksa kini seperti padang rumput yang menggelitik. Saya tidak ingat kapan tepatnya saya menjadi lebih kuat. Tapi akhir-akhir ini perbedaan itu terasa jelas. Saya sudah tidak lagi mengasihani diri, malahan saya bangga dengan goresan luka yang membekas di hati. Saya sudah tidak lagi mencari-cari siapa orang yang harus mendengarkan cerita saya, karena saya tahu Tuhanlah sahabat sejati saya. Saya tidak lagi membanding-bandingkan hidup saya dengan orang lain karena saya tahu hidup saya, diri saya, sangat unik, tak satupun orang seperti saya. Saya tidak terlalu berharap apakah orang-orang mau menerima saya dan bersahabat dengan saya, saya tidak perduli apakah orang lain menyukai saya atau tidak, saya tidak mau ambil pusing dengan orang-orang yang bersikap acuh pada saya. Intinya, saya sudah tidak seperti 'anak yang baru kenal dunia kemarin'.

"Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving."
Albert Einstein.

Entah sejak kapan saya sangat menikmati kesendirian ini. Bukannya saya menjadi antisosial, tidak. Saya justru masih senang saat menjalin pertemanan dengan orang banyak. Hanya saja sekarang saya tidak berharap apa-apa pada orang lain, pada dunia ini. Saya tidak bergantung pada siapapun. Saya tidak akan memaksa apalagi mengemis pada orang lain. Saya percaya sesuatu ataupun seseorang akan tetap bersama saya jika ia memang untuk saya. Dan perasaan ini memberikan saya kebebasan yang sesunguhnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Berhenti?

OMG, Kulitku Iritasi! Gimana Dong?

I Miss The Real, Simple, and Deep Friendship