I Miss The Real, Simple, and Deep Friendship


     Keinginanku untuk menyalurkan perasaan ini ke dalam tulisan sebenarnya sudah mengapung sejak lama. Dan entah sejak kapan aku merasakan dengan kuat tentang hal ini. Kuamati kalau sekarang ini gaya hidup banyak orang telah berubah. Perubahan gaya hidup itu mempengaruhi bagaimana cara mereka bergaul. Penemuan-penemuan hebat dari Mark Zuckerberg dan Kevin Systrom telah memudahkan orang untuk berkomunikasi, bahkan telah mempertemukan orang-orang yang sudah lama tak berjumpa menjadi terhubung kembali. Namun pesatnya pertumbuhan social media secara tak langsung merubah cara pikir dan psikologi banyak orang (meskipun banyak hal lain yang menjadi faktor penyebab, tapi social medialah yang menjadi pemeran utamanya, menurutku).
     Dulu aku tidak pernah merasa canggung ataupun aku jarang melihat orang canggung bertemu manusia lain. Tapi sekarang sudah rahasia umum kalau menatap layar smartphone adalah salah satu cara menghindari orang lain. Dulu menjalin hubungan, bercerita, dan tertawa bersama adalah hal yang sangat mudah dilakukan meskipun hanya dalam kelas, kantin sekolah ataupun kamar sahabat, tapi sekarang untuk berkumpul bersama teman biasanya harus janjian dulu untuk sekedar nongkrong di kafe, jalan-jalan ke mall, atapun makan di restoran. Padahal sesampainya di sana percakapan berbobot tidak sering terjadi. Semuanya sudah dengan ponsel masing-masing dalam genggamannya. Tak lama kemudian yang satu upload foto, yang satu bikin insta story. Biasanya candaan garing terlontar namun terkesan heboh sehingga membuat suasana pecah dan mau tak mau akupun ikut tertawa.
     Sering aku merasa lelah dengan cara bergaul orang zaman sekarang. Aku ngeri sendiri melihat gaya hidup yang sungguh konsumtif dan sedikit hedon ini. Jika boleh jujur, aku sangat merindukan hubungan yang berlandaskan kualitas dan kepercayaan. Walaupun sangat sulit untuk bisa percaya pada orang lain sekarang karena memang sulit menemukan orang yang bisa dipercaya.
“Apakah kita hanya bisa menghabiskan waktu dengan karaoke untuk berkumpul dengan teman?”
“Apakah bisa kita makan-makan bersama teman tanpa harus nongkrong di kafe atau tempat makan?”
“Bisakah kita berhenti untuk mempublikasikan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu di social media?”
Ah, sudahlah. Biarkan saja ini hanya menjadi permenunganku. Aku pun perlu berintropeksi diri sembari berharap bisa menjalani kembali a real, simple, and deep friendship.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Berhenti?

OMG, Kulitku Iritasi! Gimana Dong?