Hari Kedua Tidak Masuk Dinas Karena Sakit

29 Maret 2016

Hari ini adalah hari kedua aku tidak masuk dinas. Aku ingat bagaimana rasa sakit menyerang sekujur tubuhku kemarin. Pagi itu aku bangun dengan keadaan yang sangat tidak nyaman. Kepalaku sakit, pusing sekali. Badanku panas. Dan tenggorokanku terasa tercekat, menelan ludah saja aku takut-takut. Tanpa ragu aku membuat keputusan untuk tidak masuk dinas karena aku yakin aku tidak akan sanggup menjalani dinas dengan keadaan seperti ini. Aku mengirim kabar kepada temanku, Eta lewat sms supaya ia memberitah Suster (pembimbing lapanganku saat ini di ruang operasi) kalau aku tidak bisa masuk karena sakut. Setelah itu aku menghubungi Erik supaya ia bisa membelikan sarapan dan mengantarkanku berobat.  Tak lama Erik datang ke kostku. Kupaksakan ragaku untuk bangun dan menghabiskan bubur yang sudah ia bawakan. Karena pusing yang sudah tak tertahankan aku tahu bahwa aku harus berobat. Akhirnya kami pun pergi ke Puskesmas terdekat. Masih jam setengah tujuh pagi dan belum ada petugas kesehatan yang datang. Hanya ada seorang tukang parkir ramah yang menyuruh kami untuk mengambil nomor antri berobat terlebih dahulu.
Karena aku mencemaskan Erik yang harus segera kembali ke tempat proyeknya aku putuskan untuk mengajak Erik membawaku ke Rumah Sakit. Setibanya di sana kami juga tak kelewatan dengan urusan administrasi yang harus dilalui. Kami mengambil nomor antrian. Saat nomor antrian kami dipanggil pegawai tempat pendaftaran menjelaskan kepada kami bahwa kami harus membawa surat rujukan dari Puskesmas jika ingin berobat ke Rumah Sakit. Ya, aku memang tahu bahwa sekarang semuanya harus berjenjang demi ketertiban. Setelah itu kami kembali ke Puskesmas pertama tadi. Aku mendapat antrian nomor sepuluh. Saat itulah aku merasa aku semakin tak mampu menahan pusingku. Aku tidak bisa duduk dengan tegak. Tak peduli bagaimana orang lain melihatku, aku menyenderkan kepalaku di bahu Erik dan kutekuk kakiku karena aku merasa kedinginan tapi belum sampai menggigil. Waktu menunggu di depan Poli Umum aku berbaring di kursi tunggu. Aku benar-benar tidak peduli lagi. Kepalaku semakin sakit, badanku semakin panas, aku sudah tidak tahan! Akhirnya perjuanganku membuahkan hasil. Aku senang saat namaku dipanggil dan aku masuk ke ruang pemeriksaan.
Dokter mendiagnosa demam dan faringitis kepadaku atau awamnya radang tenggorokan. Aku diresepkan empat macam obat, ada obat penurun panas, antibiotik, penurun asam lambung dan vitamin C. Aku diantar pulang setelah itu Erik kembali pergi untuk membelikan buah dan lauk makan siangku. Aku tidak tahu bagaimana nasibku jika tidak ada Erik. Kuhabiskan hari kemarin dengan tidur dan istirahat hingga hari ini semuanya menjadi lebih baik. Badanku tidak lagi demam. Pusingku berkurang walaupun tenggorokanku masih terasa sakit. Tadi siang Ibu Erik membawakanku roti tawar plus selai isinya, dua potong ayam goreng, dan tiga botol larutan penyegar. Aku sangat terharu betapa mereka sangat peduli dan perhatian kepadaku.
Sekarang aku putuskan untuk bangun dari tempat tidurku karena bagaimanapun aku mencoba kesadaranku tak bisa menurun. Seolah ada sesuatu dalam hatiku yang ingin segera aku selesaikan. Kegelisahan membuatku merasa tidak tenang. Hingga menghantarku pada saat ini duduk di depan laptop sambil memakan roti lapis selai serikaya dan segelas teh hangat. Ada tiga tugas laporan yang belum aku selesaikan. Dan itu merupakan tugas minggu lalu. Berarti ada tugas baru di minggu ini yang sudah menungguku. Jujur aku sangat ingin mengerjakannya, tapi aku juga tidak ingin mengerjakannya. Aku berada di antaranya. Aku benar-benar malas. Rasa-rasanya aku sudah tidak mau dinas lagi. Bahkan dua hari ini aku anggap sebagai anugerah dimana aku diberi waktu untuk istirahat walau aku tahu pada akhirnya aku pun harus mengganti ketidakhadiranku ini. Aku sama sekali tidak merindukan rumah sakit dan suasananya, apalagi orang-orangnya. Aku hanya ingin segera bebas dari sini. Ada sesuatu yang sudah sangat lama aku tahan. Sesuatu yang ingin aku coba. Jika diibaratkan rasanya seperti aku merindukan “teman lama”. Aku ingin menjadi penulis yang profesional. Aku ingin bisa menuangkan minatku dalam pertemuan-pertemuan ataupun pelatihan yang memiliki minat yang sama denganku, yaitu menulis. Aku ingin bertemu dengan orang banyak setiap hari. Aku ingin menghabiskan hariku dengan menyanyi dan membaca puisi. Aku ingin melakukan pekerjaan tanpa mengeluh betapa kecilnya upah yang aku terima. Aku hanya harus bersabar dan menikmati waktu yang ada. Well, mungkin sudah menjadi kekuranganku bahwa aku selalu kesulitan bagaimana aku harus mengakhiri tulisanku. Aku pikir ini sudah cukup. Aku akan segera mandi dan mengerjakan tugas yang belum aku selesaikan itu. See you.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Berhenti?

OMG, Kulitku Iritasi! Gimana Dong?

I Miss The Real, Simple, and Deep Friendship